Budidaya udang vaname intensif sistem bioflok merupakan satu di antara beberapa upaya untuk efisiensi biaya produksi, karena bioflok dapat dimanfaatkan sebagai subsitusi pakan bagi udang vaname yang dibudidayakan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan sumber C-karbohidrat molase sebagai upaya penumbuhan bioflok pada budidaya udang vaname pola intensif di tambak terutama efeknya pada pertumbuhan, sintasan dan produksi udang. Dua petak tambak masing-masing ukuran m2 dan m2 ditebari benur vaname dengan padat tebar 75 ekor/m2. Satu petak sebagai tambak kontrol tanpa penambahan sumber Ckarbohidrat tambak A dan satu petak tambak lainnya setelah satu bulan pemeliharaan maka sumber C karbohidrat molase mulai ditebarkan ke air tambak tambak B tujuannya untuk meningkatkan CN ratio menjadi >101 sehingga diharapkan bioflok mudah tumbuh. Pakan udang diberikan setelah penebaran dengan dosis 100% dari total biomassa udang pada dua minggu pertama dan setiap dua minggu berikutnya jumlah pakan yang diberikan menurun hingga mencapai dosis 2,5% dari total biomassa udang setelah udang mencapai masa pemeliharaan bulan keempat. Pada petak yang ditumbuhkan bioflok dosis pakan yang diberikan ke udang dikurangi hingga mencapai 10%-20% dari porsi yang seharusnya diberikan. Sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan dihitung setelah udang dipanen. Kualitas air salinitas, pH, dan oksigen terlarut di-monitor setiap hari. Total Suspended Solid TSS, Volatil Suspended Solid VSS, dan volume bioflok di-monitor setelah terbentuk di air tambak. Total haemosit dan prophenol oksidase udang dihitung pada udang sampel dilakukan menjelang udang dipanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di tambak B yang ditambahkan sumber C-karbohidrat ditumbuhkan biofloknya diperoleh nilai konversi pakan udang lebih rendah daripada yang diperoleh di tambak A. Sintasan dan produksi udang di tambak B lebih tinggi daripada sintasan dan produksi udang di tambak A kontrol. Total haemosit dan prophenol oksidase lebih tinggi pada udang yang hidup di tambak B yang ditumbuhkan floknya daripada yang diperoleh di tambak A kontrol. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free BUDIDAYA UDANG VANAME POLA INTENSIFDENGAN SISTEM BIOFLOK DI TAMBAKGunarto, Hidayat Suryanto Suwoyo, dan Bunga Rante TampangalloBalai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air PayauJl. Makmur Dg. Sittaka No. 129, Maros 90512, Sulawesi SelatanE-mail gunasrtom diterima 5 April 2012; Disetujui publikasi 24 September 2012ABSTRAKBudidaya udang vaname intensif sistem bioflok merupakan satu di antara beberapaupaya untuk efisiensi biaya produksi, karena bioflok dapat dimanfaatkan sebagaisubsitusi pakan bagi udang vaname yang dibudidayakan. Tujuan penelitian adalahuntuk mengetahui pengaruh penambahan sumber C-karbohidrat molase sebagaiupaya penumbuhan bioflok pada budidaya udang vaname pola intensif di tambakterutama efeknya pada pertumbuhan, sintasan dan produksi udang. Dua petak tambakmasing-masing ukuran m2 dan m2 ditebari benur vaname dengan padattebar 75 ekor/m2. Satu petak sebagai tambak kontrol tanpa penambahan sumber C-karbohidrat tambak A dan satu petak tambak lainnya setelah satu bulan pemeliharaanmaka sumber C karbohidrat molase mulai ditebarkan ke air tambak tambak B tujuannyauntuk meningkatkan CN ratio menjadi >101 sehingga diharapkan bioflok mudahtumbuh. Pakan udang diberikan setelah penebaran dengan dosis 100% dari totalbiomassa udang pada dua minggu pertama dan setiap dua minggu berikutnya jumlahpakan yang diberikan menurun hingga mencapai dosis 2,5% dari total biomassa udangsetelah udang mencapai masa pemeliharaan bulan keempat. Pada petak yangditumbuhkan bioflok dosis pakan yang diberikan ke udang dikurangi hingga mencapai10%-20% dari porsi yang seharusnya diberikan. Sintasan, produksi, dan nilai konversipakan dihitung setelah udang dipanen. Kualitas air salinitas, pH, dan oksigen terlarutdi-monitor setiap hari. Total Suspended Solid TSS, Volatil Suspended Solid VSS, danvolume bioflok di-monitor setelah terbentuk di air tambak. Total haemosit danprophenol oksidase udang dihitung pada udang sampel dilakukan menjelang udangdipanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di tambak B yang ditambahkan sumberC-karbohidrat ditumbuhkan biofloknya diperoleh nilai konversi pakan udang lebihrendah daripada yang diperoleh di tambak A. Sintasan dan produksi udang di tambakB lebih tinggi daripada sintasan dan produksi udang di tambak A kontrol. Totalhaemosit dan prophenol oksidase lebih tinggi pada udang yang hidup di tambak Byang ditumbuhkan floknya daripada yang diperoleh di tambak A kontrol.KATA KUNCI sumber C-karbohidrat, sintasan, produksi, konversi pakan,udang vanameABSTRACT Intensive of white shrimp, L. vannamei pond culture with bioflocsystems in brackishwater pond. By Gunarto, Hidayat SuryantoSuwoyo, and Bunga Rante TampangalloIntensive of white shrimp, L. vannamei pond culture with biofloc systems is the oneway to make efficient of shrimp cost production, because biofloc is able to used asfeed subsitution for L. vannamei cultured. The objective of the research is to knowthe effect of C-carbohydrate source addition as the effort to develop biofloc onBudidaya udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto393 shrimp growth, survival rate, feed convertion ratio and production in intensive ofwhite shrimp, L. vannamei pond culture. Two rectangular earthern ponds, each size3,520 m2 and 3,946 m2 were stocked with L. vannamei post larvae day 10 at thedensity of 75 pieces/m2. One pond as control pond, without addition C-carbohydratesource A pond. The other pond B pond, after one month shrimp cultured wasstarted to add C-carbohhydrate source to enhance C N ratio in pond waters up to101, which its hoped that biofloc to be easily to develop. Shrimp feed given to thepost larvae at the dosage 100% of total biomass at the first two weeks, and then atevery two weeks later, the feed percentages was reduced to attain of totalbiomass at fourth month of shrimp culture. In biofloc pond pond B, the feed given tothe shrimp was reduced 10%-20% from the portion after biofloc develop. Shrimpsurvival rate, production, and feed convertion were calculated after shrimp quality salinity, water pH, and dissolved oxygen was monitored daily. TSS,VSS, and biofloc volume in pond water were monitored. Total haemocyte and prophenoloxidase were calculated at near shrimp harvested. Result of the research showedthat the pond with addition of C-carbohidrate source floc developed in B pond withlower of feed convertion ratio compared than that of control pond A pond. Shrimpproduction and shrimp survival rate was higher in B pond compared than that of Apond. Total haemocyte and prophenol oxidase in shrimp was higher in pond with flocdevelop B pond compared than that of A pond control pond.KEYWORDS C-carbohydrate source, survival, production, feed convertion,Litopenaeus vannameiPENDAHULUANUdang putih Litopenaeus vannamei mulaidiintroduksi dan dibudidayakan pada tahun1999 dan menunjukkan hasil yang baik,sehingga telah menggairahkan kembali usahapertambakan di Indonesia. Udang vanamemempunyai keunggulan komparatif dibandingjenis udang budidaya lainnya, antara lainsintasan udang tinggi >70%, ketersediaanbenur berkualitas, Spesific Phatogen Free SPF,dapat dibudidayakan dengan kepadatan tebartinggi, tahan penyakit, dan konversi pakanrendah Anonim, 2003; Poernomo, 2004;Gunarto & Hendrajat, 2008; Gunarto et al.,2009.Peningkatan produksi udang vaname ber-korelasi dengan meningkatnya penggunaanpakan sebagai salah satu faktor produksi utamadalam kegiatan budidaya secara intensif. Alo-kasi biaya pakan dapat menyerap 60%-70%dari total biaya produksi. Dengan semakinmahalnya biaya produksi, maka upaya efisiensiharus dilakukan, satu di antaranya meng-gunakan teknologi bioflok Avnimelech, 1999;2007; Schryver et al., 2008. Prinsip dariteknologi bioflok adalah menumbuhkanmikroorganisme terutama bakteri heterotrofdi air tambak yang dimaksudkan untukmenyerap komponen polutan, amoniak yangada di air tambak dan selanjutnya dikonversimenjadi protein bakteri dan dapat dijadikansebagai substitusi pakan bagi udang vanameyang teknologi budidaya udang polaintensif agar dapat terbentuk bioflok, makarasio C/N harus ditingkatkan >101, kemudiansedikit atau tidak sama sekali dilakukanpenggantian air dan diberi aerasi yang kuatdan merata, sehingga oksigen tidak pernahlebih rendah dari 4 mg/L Avnimelech, 2009.Untuk meningkatkan rasio C N, maka beberapasumber C-karbohidrat dapat ditambahkan, diantaranya molase Samocha et al., 2006,tepung tapioka Hari et al., 2004, glukosa dangliserol Ekasari, 2008, sukrosa Kartika, 2009.Perubahan rasio C/N menjadi >101 dalamair tambak akan mengubah sistem dalamtambak yaitu dari autotrof di mana untukmengendalikan kondisi kualitas air hanyamengandalkan kelimpahan dan keragamanfitoplankton, kemudian berubah menjadiheterotrof yaitu untuk mengendalikan kondisikualitas air hanya mengandalkan McIntosh 2000, perubahan di tam-bak udang intensif dari sistem autotrof keheterotrof terjadi pada minggu ke-9 atau 10,di mana tanda-tandanya adalah terjadi busayang biasanya muncul di permukaan terdiri atas partikel serat organikyang kaya selulosa, partikel anorganik kalsiumkarbonat hidrat, biopolymer, bakteria, proto-394J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 zoa, detritus, ragi, jamur, dan zooplanktonAnonim, 2009. Selanjutnya menurut Taconet al. 2002, bioflok kaya akan threonin, valin,isoleusin, dan phenilalanin juga menurut McIntosh 2000,kandungan asam amino bioflok terdiri atasarginin, lisin, dan methionin. Gunarto &Suryanto 2011 mendapatkan 15 jenis asamamino yang terkandung dalam bioflok, denganpersentase yang tinggi yaitu leusin 2,32%,lisin 1,79%, dan valin 1,17%. Bioflok jugamengandung vitamin yang fungsinya dapatmenggantikan vitamin yang disuplai melaluipakan komersial Tacon et al., 2002 dan enzimyang dapat membantu proses pencernaanpakan pada udang, sehingga udang menjaditumbuh lebih cepat Moss et al., 2001. Dengandemikian, apabila dalam tambak telah ter-bentuk bioflok dan bioflok tersebut dimakanoleh udang, maka akan menghemat pakan yangdiberikan pada udang. Saenphon et al. 2005menyatakan bahwa bioflok mudah terbentukpada tambak yang menggunakan plastik HighDensity Polyethylene HDPE.Pemanfaatan bioflok pada budidaya udangdi tambak di samping untuk mengefisienkanbiaya produksi, diharapkan juga mampumeminimalisir risiko serangan penyakitmisalnya WSSV, Mio, Vibrio sp., dan penelitian ini telah di-monitor totalhaemosit pada udang yang pada krustasea berfungsi sebagaisel pagositosis, pengkapsulan dan pemecahlysis sel asing yang ada dalam badan udangJohansen et al., 2000; Bachere, 2000; Gilles& Haffner, 2000. Tujuan penelitian untukmengetahui pengaruh penambahan sumberC-karbohidrat ditumbuhkan bioflok padabudidaya udang vaname pola intensif ditambak terutama efeknya pada pertumbuhan,sintasan, produksi, dan nilai konversi DAN METODEPenelitian budidaya udang vaname dengansistem bioflok dilakukan di tambak BalaiPenelitian dan Pengembangan Budidaya AirPayau BPPBAP di Punaga, Kabupaten unit tambak dengan dasar tanah masing-masing ukuran m2 tambak A dan tambak B digunakan pada penelitian persiapan tambak meliputi penge-ringan, pemadatan pelataran tambak, penga-puran, pengisian air, pemupukan, pemasangankincir, dan penebaran benur vaname denganpadat penebaran 75 ekor/m2. Pakan komersialyang mengandung protein sekitar 35% di-berikan sejak awal setelah penebaran dengandosis 100% dari total biomassa udang, kemu-dian pakan yang diberikan persentasenyaditurunkan setiap dua minggu sekali hinggamencapai 2,5% dari bobot biomassa udangsetelah masuk periode pemeliharaan bulanke-IV. Selanjutnya dari dua petak tersebutdilakukan upaya sebagai berikutA. Satu petak tambak ukuran m2 tambakA tidak dilakukan upaya untuk menum-buhkan bioflok, tetapi hanya dilakukanpenambahan fermentasi probiotik komersialsebanyak 4 mg/L/3 hari selama masa pe-meliharaanB. Satu petak tambak ukuran m2 tambakB dilakukan penambahan fermentasiprobiotik komersial sebanyak 4 mg/L/3 hariselama masa pemeliharaan dan diupayakantumbuh bioflok dengan cara sebagaiberikut; setelah satu bulan pemeliharaan,maka di air tambak mulai ditambahkanmolase sebagai sumber C-karbohidratdengan tujuan untuk meningkatkan rasioCN hingga pada kisaran 121. Rasio CNpakan yang diberikan ke udang, dijadikandasar berapa seharusnya penambahanmolase. Apabila jumlah pakan yang dibe-rikan pada hari ke-60 sebanyak 20 kg/petak/hari dengan N pakan = 5,6%; makajumlah N sebanyak g. C dalam pakan45%, maka total C dalam pakan = demikian rasio CN dalam pakan =8,0351. Maka untuk menjadikan CN rasiodalam air tambak menjadi 121, maka sumberC karbohidrat yang ditambahkan ke airtambak yaitu sebanyak N x 12-8,035 x100/45 = g x 3,964 x 2,2 = Selanjutnya apabila jumlah pakan yangdiberikan ke udang telah berubah, makajumlah molase juga akan berubah diten-tukan oleh jumlah pakan yang diberikanke udang dan rasio CN yang diharapkandi air bioflok tumbuh, maka harus diper-tahankan kelimpahannya yaitu dengan carapemberian sumber C karbohidrat tidak rutindilakukan setiap hari, tetapi diperlebar selangwaktunya menjadi setiap tiga hingga empathari sekali. Penambahan air dari tandon ketambak dilakukan hanya untuk mengganti airyang hilang akibat rembesan, evaporasi, atauair yang dibuang. Konsentrasi oksigen terlarutdiupayakan selalu di atas 4 mg/L, denganmenambah jumlah kincir apabila udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto395 Apabila di tambak B telah tumbuh bioflok,maka dosis pakan dikurangi sebanyak 10%-20% dari dosis pakan standar yang ditetapkanyang diperuntukan pada udang di perlakuan Akontrol. Pemberian pakan dengan frekuensi2-4 x selama 24 jam dan waktu pemeliharaanselama 110 yang diamati selama pemeliharaanmeliputi pertumbuhan udang yang di-monitorsetiap dua minggu. Sedangkan sintasan,produksi, dan konversi pakan dihitung padaakhir penunjang yang diamati me-liputi salinitas, pH air, dan oksigen terlarutdi-monitor langsung di bioflok terbentuk di tambak makadilakukan pengamatan volume bioflok dengancara mengambil air tambak menggunakantabung kaca kerucut Imhoff cone volume 250mL, kemudian air dibiarkan selama 15-20 menitagar supaya bioflok mengendap. Selanjutnyadicatat berapa volume bioflok yang mengen-dap. Di samping itu, juga diambil sampel airtambak A kontrol dan tambak B masing-masing sebanyak 200 mL, dibawa ke labo-ratorium untuk dianalisis nilai Total SuspendedSolid dan Volatil Suspended Solid berdasarkanmetode di bawah iniPerhitungan TSS dan VSS adalah sebagaiberikutbuang, selanjutnya diteteskan di haemosito-meter untuk dihitung jumlah selnya per mLdengan bantuan mikroskop cahaya binokulerpada pembesaran 400 x. Total sel hemositdihitung menggunakan rumusdi manaN = Jumlah sel hemosit sel/mLn1, n2, n3, n4, n5 = Jumlah sel hemosit dalamkotak kecil hemositometerBeberapa parameter imun pada udang jugadi-monitor yaitu total haemosit dan prophenoloksidase PO. Pengukuran total haemositdigunakan metode dari Blakxhall & Daishley1973. Sampel udang masing-masing se-banyak 15 ekor dari tambak A dan tambak Bditangkap menjelang udang dipanen totaluntuk diambil haemolimphnya. Pengambilanhaemolimph sebanyak 0,1 mL dari pangkalkaki renang pertama menggunakan syringesteril yang sudah berisi 0,3 mL antikoagulanNa-sitrat 3,6%. Campuran dihomogenkandengan cara menggoyangkan tangan mem-bentuk angka delapan. Tetesan pertama di-Aktivitas PO diukur berdasarkan formasidopachrome yang dihasilkan oleh L-dihydroxyphenil alanine L-Dopa denganmenggunakan spektrofotometer merkGenesys. Pengukuran aktivitas PO mengacupada prosedur Liu & Chen 2004. Sebanyak0,1 mL hemolim ditambah dihomogenkandengan 900 mL antikoagulan dalam ini kemudian disentrifuge dengankecepatan 700 x g pada 4oC selama 20 supernatan dibuang dan pelet dibilasdengan 1 mL cocodilate-citrate buffer 0,01 Msodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride,0,10 M trisodium citrate, pH 7 dan disentrifugekembali dengan kecepatan dan kondisi yangsama. Supernatan dibuang dan pelet dilarut-kan dengan cacodylate buffer 0,01 M sodiumcacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,01 Mkalsium klorid, 0,26 M magnesium klorid, pH7.Larutan kemudian dibagi dua masing-masingsebanyak 100 μL. Larutan pertama diinkubasidengan 50 μL trypsin 1 cacodylatebuffer sebagai aktivator sedangkan larutankedua ditambahkan 50 μL cacodylate bufferpengganti tripsin. Kedua-duanya diinkubasiselama 10 menit pada temperatur masing-masing ditambah 50 μL L-DOPA 3 mg/mL cacodylate buffer dan 5 menitkemudian ditambahkan 800 μL cacodilatebuffer. Aktivitas PO kemudian diukur meng-gunakan spektrofotometer dengan kerapatanoptik adalah absorban 490 nm. Densitas optikalOD dari aktivitas PO pada semua kondisi ujidinyatakan sebagai formasi dopachrome dalam50 μL pertumbuhan, sintasan, produksi,nilai konversi pakan, total haemosit, danpropenol oksidase dari dua perlakuan yangdiuji dibandingkan dan dianalisis menggu-nakan T test. Data volume bioflok, Total Sus-pended solid TSS, Volatil Suspended SolidVSS dianalisis secara = n1 + n2 + n3 + n4 +n55x 25 x 104di manaA = Bobot wadah petridish kosong + contoh ujibioflok yang sudah disaringB = Bobot wadah petridish kosong mgV = Volume contoh mL = 50 mLVSS mg/L = TSS – Jumlah abuTSS mg/L = x 100A – BV396J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 HASIL DAN BAHASANPertumbuhan udang di petak A kontrolnampak lebih tinggi daripada di tambak Bditumbuhkan bioflok, terutama dari mulaiumur pemeliharaan 28 hari hingga panen padatanggal 24 September 2011 yaitu pada umurpemeliharaan 110 hari Gambar 1. Pada tambakA, ukuran udang yang dipanen mencapai rata-rata 17,80 g/ekor dengan laju tumbuh harianrata-rata 0,16 g/hari. Di tambak B, rata-rataukuran udang yang dipanen 13,38 g/ekordengan laju tumbuh harian 0,12 g/hari. Padapenelitian terdahulu dengan padat tebar benurvaname 25 ekor/m2, lama pemeliharaan selama98 hari diperoleh laju tumbuh harian 0,12-0,17g/hari Gunarto & Hendrajat, 2008. Pada padattebar 50 ekor/m2 dengan lama pemeliharaan98 hari, diperoleh laju tumbuh harian 0,14-0,15g/hari Gunarto et al., 2009. Subyakto et al.2008 mendapatkan bobot akhir udangvaname yang lebih besar yaitu pada kisaran16,67-17,25 g dengan masa pemeliharaan 105hari. Keadaan yang demikian disebabkan padattebar 60 ekor/m2, kondisi tambak dengansalinitas 15-20 ppt, dan kontruksi tambakdengan sistem pembuangan terpusat centraldrain. Sedangkan pada penelitian ini, padattebar lebih lebih tinggi yaitu 75 ekor/m2dengan salinitas 35-53 ppt dan konstruksitambak dengan sistem pembuangan lewatpintu udang di tambak B nampaklebih rendah apabila dibanding denganpertumbuhan udang di tambak A. Berdasarkanmonitoring populasi udang pada hari ke-70,telah diketahui bahwa populasi udang ditambak A kurang lebih hanya 50% dari populasiudang di tambak B. Di tambak B, pada hari ke84, bioflok sudah tumbuh, sehingga dosispakan yang diberikan ke udang di petak B yangseharusnya sebanyak 3% dari total perkiraanbiomassa udang dalam tambak, namun untukefisiensi hanya diberikan pakan 2,5% daritotal perkiraan berat biomassa udang dalamtambak. Dua hal tersebut yang menyebabkanpertumbuhan udang di tambak B lebih lambatdaripada pertumbuhan udang di tambak udang dipanen diperoleh sintasanudang 34,32% tambak A dan 70,72% tambakB Tabel 1.Pertumbuhan bioflok di tambak B, nampakcukup padat yaitu mencapai 15 mL/L, terutamasetelah masa pemeliharaan 90 hari danselanjutnya volume flok diatur agar konstanhingga menjelang panen dengan cara menga-tur jumlah dan selang waktu pemberian molaseke tambak hingga hanya setiap tiga/empathari sekali dan seminggu dua kali dilakukanpembuangan air tambak melalui pintu air,terutama air tambak yang sudah berwarnahitam. Penambahan air dilakukan hanya untukmengganti air yang keluar dari udang pada penelitian ini apabiladibandingkan dengan penelitian terdahulu,misalnya budidaya udang vaname denganaplikasi beberapa jenis probiotik dengan padatGambar 1. Pertumbuhan udang vaname selama pemeliharaan 110 hari di tambakkontrol A dan tambak dengan sistem bioflok BFigure 1. The growth of vaname during 110 days of culture in control pondpond A and pond with biofloc systems BHari DaysBobotWeight g120A. Kontrol ControlB. Bioflok Biofloc18161412108642014 28 42 56 70 84 98 110Budidaya udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto397 tebar 25 ekor/m2 yang benurnya diambil daripanti benih di Takalar yang lokasinya hanyadua jam transportasi untuk mencapai tambak,dengan lama pemeliharaan 98 hari men-dapatkan sintasan 91%-96,5% Gunarto &Hendrajat, 2008. Selanjutnya pada budidayaudang vaname dengan dosis probiotik ber-beda dengan padat tebar 50 ekor/m2, benihjuga diambil dari panti benih yang sama diTakalar dengan lama pemeliharaan 98 haridiperoleh sintasan 75%-86% Gunarto et al.,2009. Pada penelitian budidaya udang windupola intensif yang dilakukan pada tahun 2009benih diambil dari panti benih yang sama jugadi Takalar, setelah dibudidayakan di tambakselama 112 hari diperoleh sintasan sebanyak90%-99% Gunarto et al., 2010a. Pada pene-litian budidaya udang windu pola intensif yangdilakukan pada tahun 2010, di mana benurdidatangkan dari Kabupaten Barru dengan lamaperjalanan >9 jam, pada waktu panen hanyadiperoleh sintasan 39%-40% Gunarto et al.,2010b. Sintasan udang yang diperoleh padapenelitian ini cukup rendah baik di tambak Adan B. Hal ini kemungkinan diakibatkan olehlamanya transportasi benur yang berasal daripanti benih di Situbondo, Jawa Timur, selan-jutnya dibawa ke Desa Punaga, KabupatenTakalar dengan lama transportasi selama >10jam, sehingga menurunkan vitalitas ini berlangsung pada waktusalinitas air tambak cukup tinggi selamapemeliharaan yaitu dari 35 ppt pada waktutebar, hingga mencapai 53 ppt pada waktupanen. pH air berfluktuasi antara 7,5-8, oksigen terlarut pada awal pene-litian di pagi hari jam masih 6 mg/L, namunpada saat mendekati panen konsentrasioksigen paling rendah mencapai 4 mg/ vaname yang dibudidayakan denganpola tradisional plus mampu tumbuh baikpada salinitas tinggi 3-53 ppt Gunarto &Mansyur, 2007. Dengan demikian faktor padattebar dan sintasan udang yang lebih dominanberpengaruh pada kecepatan pertumbuhanudang dari pada salinitas yang udang di tambak A kg/petak kg/ha, sedangkantambak B dengan sistem bioflok kg/petak kg/ha. Nampakbahwa produksi udang masih rendah karenatarget produksinya setiap petak 3 ton/petak7 ton/ha dengan asumsi bobot udang rata-rata 14 g dan sintasan 80%. Tidak tercapainyatarget tersebut kemungkinan disebabkan olehvitalitas benur vaname yang ditebar kurangbaik, sehingga menghasilkan sintasan yangrendah. Nilai konversi pakan pada udang daritambak dengan sistem bioflok tambak B jugalebih rendah yaitu hanya 11,58 dibandingdengan dari tambak A, kontrol yaitu 11,82Tabel 1. Penelitian terdahulu pada budidayaudang vaname dengan padat tebar 25 ekor/m2 mendapatkan nilai konversi pakan padakisaran 1,21-1,30 Gunarto & Hendrajat, 2008dan dengan padat tebar 50 ekor/m2 nilai kon-versi pakan pada kisaran 1,37-1,69 Gunartoet al., 2009. Dengan demikian bahwa di tam-bak B, dengan sistem bioflok menyebabkanproduksi udang lebih banyak daripada pro-duksi udang di tambak A kontrol, juga nilaikonversi pakan lebih rendah 11,58 di tam-Tabel 1. Bobot akhir, sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan udang vaname yangdibudidayakan dengan sistem bioflokTable 1. Final weight, survival, production, and feed convertion ratio of vaname cultured usingbiofloc systemsPerl a k ua nTreatmentsBob ot awal Initial weig ht gBobo t akhir Fina l weight gSintasan Survival rat e %Pro duksi kg/petak Production kg/pondPro d uk si Production kg/haNilai konve rsi pakanFeed convertion rat ioA 1, 4, 2, 6, NoteA. Tanpa upaya penumbuhan bioflok Without an effort to develop bioflokB. Diupayakan tumbuh bioflok With effort to develop biofloc398J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 bak B dengan sistem bioflok daripada yangdiperoleh di tambak A kontrol yaitu 11,82.Hal ini karena bioflok juga dimanfaatkansebagai subsitusi pakan bagi udang vanameyang dibudidayakan. Namun demikian tek-nologi bioflok tidak selalunya mampu meng-efisiensikan pakan, seperti yang dilaporkanoleh Bob Rosenberry 2011 di bahwa di Belize aquaculture,Amerika, untuk mencapai pertumbuhan udangvaname hingga ukuran 14-15 g, diperlukannilai konversi pakan lebih dari 2. Hal ini karenadigunakan pakan dengan kandungan protein25%-28%, dan terlalu mengandalkan penam-bahan sumber karbohidrat untuk menum-buhkan bioflok. Sehingga disimpulkan bahwapenambahan karbohidrat seharusnya tempo-ral saja, yaitu pada waktu kandungan amoniaktinggi dan untuk dapat nilai konversi pakanyang rendah, tetap harus digunakan pakanyang berkualitas tinggi namun harus diberikanke udang secara BIOFLOKHasil monitoring terhadap produksi bioflokdi tambak, nampak bahwa pada akhir bulankedua sebetulnya bioflok sudah terbentuk ditambak B, namun ukurannya masih kecilGambar 2 A. Pada akhir bulan ketiga strukturdan ukuran bioflok sudah mulai membesar danbanyak dijumpai protozoa yang mengonsumsibioflok Gambar 2b. Menurut Zhi et al. 2008,komponen alga penyusun bioflok terdiri atasdiatom, klorofita, sianobakteri, dinoflagelata,dan bulan ketiga hingga menjelang panenwarna air tambak masih hijau pada perlakuanyang ditumbuhkan biofloknya, namun flokyang terbentuk volumenya sudah cukup padat15 mL/L air tambak. Hal ini berbeda denganyang dikemukakan oleh McIntosh 2000perubahan di tambak udang intensif darisistem autotrof ke heterotrof terjadi padaminggu ke-9 atau 10, di mana tanda-tanda-nya adalah terjadi perubahan pada busa yangbiasanya muncul di permukaan air tambakmenjadi menghilang, warna hijau dari fito-plankton di air tambak berubah menjadi pengamatan di tambak budidayaudang vaname pola intensif di Desa LaikangKabupaten Takalar, dengan padat tebar 150ekor/m2 dan jumlah pakan yang diberikan perhari sudah mencapai 200 kg/petak pada harike-90, ternyata bioflok telah terbentuk dengansendirinya tanpa ada penambahan sumber Ckarbohidrat ke dalam air tambak, dengan warnaair tambak coklat. Sedangkan pada petakantambak lainnya dengan padat penebaran yangsama dan jumlah pakan yang diberikan per harijuga sama dan dilakukan upaya menumbuhkanbioflok dengan cara selalu ditambahkanmolase sebanyak 15 kg/2 hari, pada hari ke-90 bioflok tumbuh padat 14 mL/L air tambakdengan warna air tambak hijau. Dengan demi-kian terdapat beberapa warna bioflok diantaranya coklat dan hijau. Perbedaan warnabioflok disebabkan adanya perbedaan domi-nasi komponen fitoplankton penyusun bioflokyaitu dominan pigmen klorofil pigmen primeruntuk bioflok yang berwarna hijau dankarotenoid pigmen sekunder untuk bioflokABGambar 2. Flok yang diperoleh pada umur pemeliharaan udang 70 hari A dan flok yangdiperoleh pada umur pemeliharaan 105 hari BFigure 2. Floc was develop at the 70 day of culture A and floc was develop at the 105 day ofculture BBudidaya udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto399 yang berwarna coklat. Menurut fungsinyaselama fotosinthesis, pigmen karotenoiddiklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitupigmen fotosinthesis misalnya fukokanthin,peridinin, prasinokanthin, beta-karoten, danpigmen fotoproteksi misalnya antherakanthin,diadinokanthin, dan alokanthin Zhi et al.,2008.Kecepatan aktivitas bioflokulasi ditentu-kan oleh jenis kombinasi mikroorganisme-nya. Kartika 2009 mendapatkan bahwakombinasi antara diatom, Chaetoceros bakteri Achromobacter liquefaciens,kemudian Thalassiosira sp. dan Achromobacterliquefaciens merupakan kombinasi terbaikdalam pembentukan bioflok dan kondisi bioflokstabil sampai 7 hari. Kemudian dijelaskan jugabahwa rasio CN yang paling baik untukmenghasilkan bioflok dan mereduksi amoniakadalah 10 penelitian ini, bakteri yang selaluditambahkan melalui penambahan fermentasiprobiotik komersial yang dilakukan setiaptiga hari sekali dengan tujuan untuk mem-percepat terbentuknya bioflok di air tambakadalah didominasi oleh Bacillus subtilis, B. megaterium, Pseudomonas sp., danAerobacter sp. Bioflok terbentuk di tambak Bsejak hari ke-70 dan berwarna hijau. Tidaksemua bakteri dapat membentuk bioflok dalamair. Genus Bacillus hanya dua spesies yangmampu membentuk bioflok yaitu Bacillussubtilis dan Bacillus cereus. Bakteri tersebutmensintesa senyawa Polihidroksi alkanoatPHA, seperti poli β hidroksi butirat yangdigunakan sebagai bahan polimer untukpembentukan ikatan polimer antara substansisubstansi pembentuk bioflok. Bakteri berperan positif pada organisme yangdibudidayakan diantaranya meningkatkanpertumbuhan, sintasan, daya cerna, sistemkekebalan dan kualitas air melalui prosesbioremediasi Matteo et al., 2010. B. subtillisdikombinasikan dengan B. licheniformis danB. pumilis sebagai probiotik dan diaplikasi-kan pada ikan trout ternyata menghasilkanpertumbuhan yang cepat dan tahan terha-dap serangan penyakit Bagheri et al., 2008.Bacillus subtilis, B. cereus, B. megaterium,Pseudomonas sp. dan Aerobacter sp. sebagaiprobiotik diaplikasikan pada budidaya udangvaname dengan padat tebar 25-50 ekor/m2mampu memberikan pertumbuhan udang yangbaik, sintasan tinggi 75%-99% dan menurun-kan konsentrasi amoniak di air tambak Gunartoet al., 2008; 2009. Bakteri lainnya pembentukbioflok adalah Zooglea ramigera, Escherichiaintermedia, Paracolobacterium aerogenoids,Flavobacterium sp., Pseudomonas alcaligenes,Sphaerotillus natans, Tetrad sp., dan Tricodasp, Anonimous, 2009.Adapun efek pertumbuhan bioflok ditambak B pada pertumbuhan udang vanameyang dibudidayakan nampak bahwa meskipunpadat tebar lebih tinggi 75 ekor/m2, namunlaju tumbuh harian udang tidak jauh berbedadengan laju tumbuh harian udang vanameyang dibudidayakan dengan padat tebar 25dan 50 ekor/m2. Namun demikian jelas bahwamasih perlu dilakukan penelitian secara detailuntuk mengetahui kombinasi antara bakteriatau probiotik dengan dominan fitoplanktonyang tumbuh di tambak untuk menciptakanbioflok yang lebih berkualitas dan disukaiudang vaname yang dibudidayakan sehinggamampu mempercepat laju tumbuh udang,meningkatkan produksi dan terjadi efisiensibiaya produksi udang secara nyata. MenurutSchryver et al. 2008, teknologi bioflokmerupakan teknologi yang ramah lingkungankarena memproduksi biomassa baru yangterbentuk dari gabungan mikro algae danbakteri heterotrof yang ditumbuhkan denganadanya limbah nutrien pada sistem budidayaintensif. Kualitas bioflok yang diharapkanadalah setara dengan pakan buatan yangsekarang banyak digunakan pada budidayaudang vaname intensif. Sehingga untukmelihat kualitas bioflok maka harus diamatikandungan protein, Pollyansaturated FattyAcid PUFA, dan lemak merupakan parameterpenting sebagai penentu kemungkinanbioflok sebagai pakan dalam budidaya udang/ tambak A, setelah lebih dari 100 haripemeliharaan nampak bioflok mulai meningkatvolumenya Tabel 2. Perkembangan bioflokditandai dengan melimpahnya busa di per-mukaan air tambak. Hal ini sependapat denganyang dikemukakan oleh Anonimous 2009bahwa di tambak budidaya udang pola intensifbioflok akan terbentuk dengan berdasarkan pengamatan di lapangankecepatan pertumbuhan bioflok dan volu-menya yang terbentuk sangat bergantungpada padat tebar udang, jumlah harian pakanyang diberikan ke udang dan sistem jumlah harian pakan yang diberikan keudang semakin banyak, dikombinasi denganpemberian fermentasi probiotik komersial400J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 juga dilakukan setiap hari sebanyak 4 mg/L,aerasi yang cukup di seluruh permukaan dankolom air, maka bioflok juga akan cepat ter-bentuk dan volumenya juga cepat Avnimelech 2009, di air tambakudang umumnya volume bioflok sebanyak 2-40 mL/L dan mencapai 100 mL/L di kolam menurut Nyan Taw 2010, volumebioflok yang ideal untuk tambak udang vanameintensif adalah sebanyak 15 mL/L. Oleh karenaitu, pada penelitian ini bioflok yang terbentukselalu distabilkan volumenya agar tidakmelebihi 15 mL/L air tambak, dengan caramengatur penambahan sumber C karbohidrat/molase dilakukan tidak setiap hari lagi setelahbioflok tumbuh padat, tetapi menunda hinggasetiap tiga hingga empat hari sekali dandilakukan penggantian Suspended Solid TSS danVolatil Suspended Solid VSSPadatan tersuspensi total TSS adalahbahan-bahan tersuspensi yang tertahan padasaringan millipore dengan diameter pori 0,45mikron. VSS adalah bahan organik yangteroksidasi pada pemanasan dengan suhuTabel 2. Rata-rata volume bioflok yang terbentuk pada tambak kontrol tambak A dan tambakdengan sistem bioflok tambak BTable 2. Mean of biofloc volume develop in control pond pond A and pond with biofloc systempond BKeterangan NoteA. Tanpa upaya penumbuhan bioflok Without an effort to develop bioflokB. Diupayakan tumbuh bioflok With effort to develop bioflocTanpa aplikasi sumber C karbohidratWithout application of C carbohydrat e source Pet ak A Pond AAplikasi sumber C karbohidrat mulai 4 Juli 2011Application of C carbohydrat e source start ed a t 4 July, 2011 Pe t a k B Pond B 21/8 Avera g e mL/L bioflo k yang terbentuk mL/ mL air tambakVolume of biofloc mL/1,000 mL pond wat erTanggal sa m p li n gDa t e o f sa m p li n gBudidaya udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto401 600oC Effendi, 2003. Menurut Avnimelech2009, nilai TSS normal pada air tambak udangintensif adalah sekitar 50-300 mg/L, sedang-kan pada tambak ikan intensif mencapai Pada penelitian ini, nilai TSS paling tinggidi tambak yang tidak ditumbuhkan bioflokadalah 102,6 mg/L, sedangkan pada tambakyang ditumbuhkan bioflok 210,6 mg/L Gambar3 A. Selanjutnya telah diestimasi bahwa setiap100 mg TSS/L air tambak adalah sama dengansekitar kg pakan/ha. Namun demikianberapa persen dari bioflok yang dikonsumsioleh udang dapat menggantikan posisi pakanbuatan, sehingga ada efisiensi biaya produksidan bagaimana dengan pertumbuhan udangdan nilai konversi pakan. Pertanyaan selan-jutnya apakah pakan dengan kandungan pro-tein rendah baik digunakan sebagai pakanudang, setelah flok tumbuh. Dari hasil analisisbiokimia, bioflok yang diproduksi di bostermenggunakan bak kerucut di laboratoriumkandungan proteinnya sebesar 28,73%dengan kandungan asam amino esensial dannon esensial yang cukup lengkap Gunarto &Suryanto, 2011. Namun dari hasil analisisbioflok yang diproduksi pada penelitian inikandungan proteinnya hanya 20%-23%.Nilai VSS pada awalnya rendah di keduapetak tambak, selanjutnya meningkat di petakB hingga mencapai 21,14 mg/L pada bulanGambar 3. Nilai Total Suspended Solid TSS A dan nilai Volatil Suspended SolidVSS B di tambak kontrol A dan di tambak dengan sistem bioflok BFigure 3. TSS value A and VSS value B in control pond A and pond with bioflocsystems BWaktu TimeVolatil Suspended Solid mg/L21 Aug. 29 Aug. 6 Sep. 12 Sep. 18 Sep. 20 Kontrol ControlB. Bioflok BioflocWaktu TimeTotal Suspended Solid mg/L21 Aug. 29 Aug. 6 Sep. 12 Sep. 18 Sep. 20 Kontrol ControlB. Bioflok Biofloc20015010050020151050402J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 September 2011 menjelang udang dipanen,sedangkan di petak A nilai VSS relatif stabildan tertinggi hanya mencapai 10,17 mg/LGambar 3 B.TOTAL HAEMOSIT DAN PROPHENOLOKSIDASEDalam badan udang tidak mempunyaiimmunoglobulin yang berperan dalam keke-balan, tetapi hanya mempunyai sel haemosityang merupakan faktor pertahanan seluler danhumoral yang penting sebagai pertahananbadan melawan serangan organisme haemosit berfungsi fagositose, proseskoagulasi, dan pelepasan propenoloksidase,sinthesis alpha-2 makroglobulin denganglutinin dan peptida anti bakteri Johansen etal., 2000; Bachere, 2000; Gilles & Haffner,2000. Sehingga penyebaran dan peningkatanjumlah haemosit merupakan bentuk dari responimun seluler pada tumbuh udang Itami, 1994.Hasil analisis total haemosit pada udangvaname yang dibudidayakan di tambak sistembioflok tambak B menunjukkan bahwa totalhaemosit jumlahnya lebih banyak daripadatotal haemosit udang di tambak A kontrol.Hasil analisis statistik menunjukkan prophenoloksidase udang di tambak B jumlahnya lebihbanyak secara signifikan P101, menyebabkan berkembangnyabioflok lebih cepat terbentuk di tambak dan produksi udang vaname tinggi70,72%; kg/ha, juga nilai konversipakan rendah 11,58 pada tambak yangditumbuhkan biofloknya tambak B. Sedang-kan pada tambak kontrol sintasan dan produksiudang vaname rendah 34,3%; kg/haTabel 3. Total haemosit dan prophenol oksidase pada udang dari tambakkontrol A dan tambak dengan sistem bioflok BTable 3. Total haemocyte and prophenol oxydase from shrimp in controlpond A and pond with biofloc systems BKeterangan NoteA. Tanpa upaya penumbuhan bioflok Without an effort to develop bioflokB. Diupayakan tumbuh bioflok With effort to develop bioflocPerlakuan Total haemosit sel/mL Prophenol oksidaseTreatments Total ha emocyte cells/mL Prophenol oxydaseA 4,400,000±1,900,000a 6,600,000±540, udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto403 dan nilai konversi pakan tinggi 11,82. Totalhaemosit dan prophenol oksidase jugameningkat pada udang yang hidup di tambakyang volume biofloknya lebih tinggi tambakB daripada udang yang diambil dari tambakkontrol tidak diupayakan tumbuh biofloktambak A.DAFTAR ACUANAnonim. 2003. Litopenaeus vannamei sebagaialternatif budidaya udang saat ini. PT Cen-tral Proteinaprima Charoen PokphandGroup Surabaya, 16 2009. Konsep Budidaya Udang SistemBakteri Heterotroph dengan Bioflocs. AIYUShirotabiota Indonesia. BiotechnologyConsulting & Trading Komplek Sapta TarunaPU, Blok B1 No. 13 Bandung, Jawa Barat,Indonesia, 14 Y. 1999. Carbon/Nitrogen ratio ascontrol element in aquaculture 176 Y. 2007. Feeding with microbialflocs by tilapia in minimal discharge bio-flocs technology ponds. Aquaculture, 264 Y. 2009. Biofloc Technology, APractical Guide Book. World AquacultureSociety. Baton Rouge, Louisiana, AmerikaSerikat, 181 E. 2000. Shrimp immunity and diseasescontrol. Aquaculture, 191 T., Hedayati, Yavari, V., Alizade,M., & Farzanfar, A. 2008. Growth, survivaland gut microbial load of rainbow troutOnchorhynchus mykiss fry given dietsupplemented with probiotic during thetwo months of first feeding. Turk. J. Sci., 8 P. & Daishley, K. 1973. Some bloodparameters of the Rainbow Trout I. TheKamloops variety, J. Fish. Biol., 5 Rosenberry. 2011. Shrimp News Interna-tional, free news page. New release in2011. Darminto take over big Penaeusmonodon farm in Bali since diakses 11Nopember 1990. Water quality in ponds foraquaculture. Auburn University, AlabamaUSA, 482 Lawrence, & Leung-Trujillo, The effect of salinity on growth andsurvival of Penaeus vannamei, with obser-vation on interaction of IHHN virus andsalinity, Aquaculture, 122 H. 2003. Telaah kualitas air bagipengelolaan sumber daya dan lingkunganperairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta,hlm. J. 2008. Bio-flocs technology The ef-fect of different carbon source, salinity andthe addition of probiotics on the primarynutritional value of the bio-flocs. ThesisMaster pada Ghent University, Belgia, Le Moullac & Haffner, P. 2000. Environ-mental factors affecting immune responsesin crustacea. Aquaculture, 191 M. 2008. Respon imun udang winduPenaeus monodon Fabricus yang diimuni-sasi dengan protein membran imunogenikMP 38 dari Zoothamnium penaei. ProsidingSeminar Nasional Hasil Riset Kelautan danPerikanan, Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan, Universitas Brawijaya, Malang, 8Nopember 2008, hlm. & Mansyur, A. 2007. Budidaya udangvanamei Litopenaeus vannamei di tambakdengan padat tebar berbeda menggunakansistem pemupukan susulan. J. Ris. Akua-kultur, 22 & Hendrajat, 2008. Budidayaudang vanamei, Litopenaeus vannameipola semi intensif dengan aplikasi be-berapa jenis probiotik komersial. J. 33 Mansyur, A., & Muliani. 2009. Aplikasidosis fermentasi probiotik berbeda padabudidaya udang vaname Litopenaeusvannamei pola intensif. J. Ris. Akuakultur,42 Muliani, & Mansyur, A. 2010a. Penga-ruh aplikasi sumber C-karbohidrat tepungtapioka dan fermentasi probiotik padabudidaya udang windu, Penaeus monodonpola intensif di tambak. J. Ris. Akuakultur,53 Muliani, & Mansyur, A. 2010b. Aplikasiproduksi bioflok pada budidaya udangwindu, Penaeus monodon pola intensif ditambak dasar tanah. Laporan Hasil Pene-litian TA. 2010, 11 & Suwoyo, 2011. Produksi bioflokdan nilai nutrisinya dalam skala labora-torium. Prosiding Seminar Forum InovasiTeknologi Akuakultur, 2011. Jilid 2, Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 Hari, B., Kurup, Varghese, Schrama, & Verdegem, 2004. Effects ofcarbohydrate addition on production inextensive shrimp culture systems. Aqua-culture, 241 T. 1994. Body defense system of penaeidshrimp. Seminar on fish physiology andprevention of epyzootics. Department ofAquaculture and Biology, Shimonoseki Uni-versity of Fisheries, Japan, 7 & Soderhall, K. 1989. Cellularimmunity in crustacean and the Pro sys-tem. Parasitology Today, 56 Keyser, P., Sritunyalucksana,K., & Soderhall, K. 2000. Crustaceanhaemocyts and haemotopoiesis. Aquacul-ture, 191 A. 2009. Optimum rasio C/N mediumdengan penambahan sukrose pada pem-bentukan bioflok untuk peningkatankualitas air pada sistem akuakultur. SekolahIlmu dan Teknologi Hayati ITB, email kartikalifl & Chen, 2004. Effect of ammoniaon the immune response of white shrimpLitopenaeus vannamei and its susceptibil-ity to Vibrio alginolyticus. Fish ShellfishImmunol., 16 Giorgia, G., Olivier, D., Pavlos, M.,Claudia, B., & Carnevali, O. 2010. Applica-tion of multi-species of Bacillus in sea breamlarviculture. Aquaculture, 305 2000. Changing paradigms inshrimp farming. IV. Low protein feeds andfeeding strategies. Global Aquaculture AD-VOCATE, April 2000, 32 Divakaran, S., & Kim, effects of pond water on di-gestive enzyme activity in the Pacificwhite shrimp, Litopenaeus vannameiBoone. Aquaculture Research, 322 Taw. 2010. Recent progress of biofloctechnology for sustainable shrimp pacificwhite shrimp eficiency and Conference on Shrimp Aqua-culture. Universitas Hang Tuah Surabaya,28-29 Oktober 2010, 36 A. 2004. Teknologi Probiotik untukMengatasi Permasalahan Tambak udangdan Lingkungan Budidaya. Makalah di-sampaikan pada Simposium NasionalPengembangan Ilmu dan Inovasi Teknologidalam Budidaya. Semarang , 27-29 Januari2004, 24 Susmita, P., Burger, Almeida, Abdul-Mehdi, A., Zarrein, A., Harisanto,M., Horowitz, A., & Brock, 2006. Use ofmolasses as carbon source in limited dis-charge grow-out systems for Litopenaeusvannamei. Aquaculture America, p. C., Taw, N., Edi, & Gunawan, Culture trials on production poten-tial of L. vannamei in heterotropic bacte-ria floc system. Makalah disajikan padaseminar WOC di Bali. Agustus Crab, R., Devoirdt, T., Boon, N.,& Verstraete, W. 2008. The basic of bioflocstechnolog The added value for aquacul-ture. Aquaculture, 227 Burford, Tabrett, Irvin, Ward, L. 2002. The effects of feedingfrequency on water quality and growth ofthe black tiger shrimp Penaeus monodon.Aquaculture, 207 S., Dede, S., Afandi, M., & Budidaya udang vaname Litopenaeusvanname semiintensif dengan metodesirkulasi tertutup untuk menghindariserangan virus. Berkala Ilmiah Perikanan,Program Studi Budidaya Perairan, FakultasKedokteran Hewan, Universitas Airlangga,31 1- Cody, Conquest, S., Forster, & Decamp, Effect of culture system on the nu-trition and growth performance of Pacificwhite shrimp Litopenaeus vannameiBoone fed different diets. AquacultureNutrition, 82 Ian, F., Lytha, C., Warren, D., Wenhoa, & Horgen, 2008. Determinationof microbial community structures ofshrimp floc cultures by biomarkers andanalysis of floc amino acid profiles. Aqua-culture Research, 39 udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto405 ... Kehadiran varietas udang vaname tidak hanya menambah pilihan bagi petambak tetapi telah menopang kebangkitan usaha pertambakan udang di Indonesia Putranto, 1989;Muzaki, 2004;Gunarto et al., 2012. Udang vaname memiliki keunggulan antara lain lebih tahan penyakit Schock et al., 2013;Umiliana et al., 2016, pertumbuhan lebih cepat Purba, 2012, tahan terhadap gangguan lingkungan Fast & Lester, 1992, waktu pemeliharaan lebih pendek 90-100 hari Brito et al., 2014, survival ratenya SR tergolong tinggi >80 % Madenjian, 1990, menempati semua kolom air, dan hemat pakan Hadie & Supriatna, 1988;Fast & Lester, 1992;Muzaki, 2004;Umiliana et al., 2016, tingkat kelangsungan hidup tinggi Supriyono et al., 2007. ...... Untuk menumbuhkan pakan alami pada budidaya udang vanname diperlukan pemupukan Sintawati, 1985;Gunarto, 2008. Pemupukan air pada dasarnya merupakan salah satu perlakuan teknis budidaya untuk mensuplai zat-zat yang dibutuhkan phytoplankton Gunarto et al., 2012;Xu et al., 2012Xu et al., , 2016. Untuk mendorong pertumbuhan pakan alami, yakni klekap, lumut, plankton dan binatang renik di dasar tambak pemupukan dilakukan pada saat tambak masih kering, untuk menumbuhkan plankton pemupukan dilakukan setelah tambak terisi air Murdjani et al., 2007. ... Rochmady RochmadyErnawatiThe aim of this research is to know the effect of fertilization and density on survival rate and the absolute growth of post-larvae of shrimp vanname Litopenaeus vannamei. The study was conducted from 18 August to 5 September 2013 at Oensuli ponds, Kabangka, Muna Regency, Indonesia. The research used animal test of vaname shrimp stadium PL6, fertilizer of Urea and TSP. The study used styrofoam container, 75 cm long, 37 cm wide, and 27 cm high. Research using Factorial RAL, fertilization and density used three levels, three replications, so that the experiment of 27 units. The fertilizer treatment consisted of no-fertilizer Control, combination Urea g/TSP g P2, combination Urea g/TSP g P3. The density treatment consists of density 9 ind/container Control, density 14 ind/container KP2 and density 19 ind/container KP3. Parameters observed survival rate SR and absolute growth G. Data analysis using ANOVA a0,05 with IBM SPSS Statistic 22. The results showed that fertilization and stocking density had a significant effect on survival and post larvae growth of vaname shrimp. The optimum use of g/TSP g urea per container. The optimum fertilizer composition of growth was Urea g/TSP g per container. The best survival rate through a combination of Urea g/TSP g, density 9 ind per container, equivalent Urea 26 kg/TSP 33 kg density ind per ha. The best growth through a combination of Urea g/TSP g, density 9 ind per container or Urea 19 kg/TSP 26 kg, density ind per ha.... eknik KP Jembrana menjadikan kawasan ini menjadi slah satu kawasan desa binaan. Komoditas yang dikembangkan di Kombading salah satunya adalah udang vaname. Dalam sistem budidaya udang vaname dimulai dari pemilihan lokasi budidaya, persiapan lahan dan prasarana tambak, persiapan media, penebaran benur, pemeliharaan dan panen parsial dan panen total Gunarto, et. al. 2012;Adibrata, et al., 2022. ... Noar Muda SatyawanMade Mahendra JayaLiya Tri KhikmawatiRakhma Fitria LarasatiThe purpose of this community service were to improve the skills of Partner Village "Kampung Vaname" cultivators in making modified Cast Net so as to minimize deaths that occur after partial harvest. The methods used in this service were socialization and training. The target of this service is the cultivator of Partner Village "Kampung Vaname" Marine and Fisheries Polytechnic of Jembrana. The service activity began with the presentation of the material then continued with training in making Cast Net. Evaluation were done by giving pre-test and post-test to all training participants. Based on the service results, there was an increase in the understanding of the farming group in Partner Village about fishing gear that could be applied in the vannamei shrimp cultivation process, the vannamei shrimp farming group in Partner Village was able to make modified Cast Net fishing gear properly, and modified of Cast Net fishing gear could be one of solution for solving the problem of vaname shrimp farmers related to partial post-harvest shrimp mortality.... Udang vaname Litopenaeus vannamei mulai dibudidayakan di Indonesia mulai awal tahun 2000-an di daerah Jawa Timur Gunarto et al., 2012. Berbagai kelebihan dari udang vaname adalah kemudahan dalam proses budidayanya, produksi yang stabil dan relatif tahan terhadap penyakit menyebabkan sehingga sebagian besar petambak di Indonesia berupaya untuk menggeluti usaha budidaya udang vaname Iskandar et al., 2021. ... Andri IskandarDias WandanuMuslimPacific whiteleg shrimp is a cultivated commodity with the prospect of increasing market opportunities yearly. The increase in value is in line with the increasing need for pacific whiteleg shrimp consumption. The impact is an increase in state income in general. Pacific whiteleg shrimp cultivation activities have been carried out on a large and small scale. However, proper enlargement production techniques are needed to increase production. This study aims to determine the technique of pacific whiteleg grow-out so that the information obtained can be disseminated to the public and will add value to the benefits of improving welfare. A study case method with a descriptive analysis approach was used. Pacific whiteleg shrimp culture is divided into the hatchery and grow-out sectors. The grow-out activities include pond cleaning, media preparation, fry stocking, feeding, treatment, pest and disease management, growth sampling, and harvesting. Based on the study's results, the production consisted of three cycles per year with a density of 180 m2 an SR value of and an FCR value of In addition, vannamei shrimp also has various advantages compared to other types of shrimp. The advantages comprised the fry quality of shrimp are easy to obtain, having high survival rate, can be cultivated in ponds with high stocking densities, more resistant to disease, short cultivation cycle, and has low feed conversion [2]. The species has become an object for studies to increase their immune system against vibriosis [3]. ...... Selain itu, teknologi bioflok mampu meningkatkan laju pertumbuhan biota yang dipelihara ikan atau udang, meminimalisasi penggunaan pakan, mengurangi nilai FCR, mengurangi jumlah bakteri patogen di air dan meningkatkan kesehatan biota, serta meningkatkan tingkat sintasan biota yang dipelihara. Hal ini sesuai pendapat Gunarto et al. 2012 yang menyatakan bahwa prinsip dari teknologi bioflok adalah menumbuhkan mikroorganisme terutama bakteri heterotrof di air tambak yang dimaksudkan untuk menyerap komponen polutan, amonia yang ada di air tambak dan selanjutnya dikonversi menjadi protein bakteri dan dapat dijadikan sebagai substitusi pakan bagi udang vaname yang dibudidayakan. ...Udang vaname Litopenaeus vannamei merupakan spesies udang introduksi yang sudah banyak dibudidayakan di tambak di Indonesia. Permasalahan pada budidaya udang vaname di tambak dengan padat tebar tinggi dan penggunaan pakan protein tinggi adalah tingginya akumulasi residu/limbah budidaya. Salah satu cara memanfaatkan limbah budidaya yaitu sistem heterotrof dengan menggunakan teknologi bioflok dengan memanipulasi rasio perbandingan karbon nitrogen C/N ratio di dalam media budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pembentukan flok pada pemeliharaan udang vaname dengan pemberian sumber karbon yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap yang terdiri atas lima perlakuan, yaitu kontrol, molase, tepung terigu, tepung maizena, dan air tebu; masing-masing tiga ulangan. Setiap perlakuan diberikan pada wadah pemeliharaan udang vaname untuk menumbuhkan flok dengan menambahkan probiotik komersil. Analisis data yang dilakukan antara lain pertumbuhan dan sintasan udang, FCR, ukuran flok, volume flok, kandungan gizi flok, dan parameter kualitas air yang mendukung kehidupan udang vaname. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sumber karbon berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan udang. Pemberian tepung terigu dalam pembentukan flok merupakan sumber karbon yang terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan udang vaname dengan pertambahan bobot 0,56 g; panjang 1,96 cm; dan sintasan 90,67%; dengan nilai FCR 1,10; kandungan protein flok sebesar 27,15%; ukuran flok 450 mikron; dan volume flok 88 mL/L. Nilai kisaran parameter kualitas air DO 5,5-6,5 mg/L; pH 6,8-8,0; suhu 26°C-30°C; salinitas 30-33 ppt; dan amonia 0,1-1,54 mg/L. Implikasi penelitian ini membuktikan pemberian sumber karbon memberikan pengaruh terhadap peningkatan flok dan mampu meningkatkan pertumbuhan dan sintasan udang vaname. Sebaiknya diperlukan penelitian lebih spesifik untuk mencari dosis terbaik dan maksimal dari sumber karbon tepung terigu untuk pembentukan flok, pertumbuhan, dan sintasan udang shrimp Litopenaeus vannamei is an introduced species of shrimp that has been widely farmed in brackishwater ponds in Indonesia. Vannamei shrimp farmed in ponds with high stocking density and fed with high protein feed produce large quantities of residues/waste. Reducing the waste could be achieved by using biofloc technology to manipulate the carbon nitrogen ratio C/N ratio in the culture media. This study aimed to evaluate the formation of flocks grown on different carbon sources in the rearing media of vannamei shrimp. The study used an experimental method with a completely randomized design consisting of five treatments, namely control, molasses, wheat flour, corn starch, and sugarcane juice, each with three replications. Data analysis was carried out on shrimp growth and survival, FCR, floc size, floc volume, floc nutrient content, and water quality parameters that support the life of vannamei shrimp. The results showed that different carbon sources had a significant effect on the shrimp growth. Flour is the best source of carbon to support the formation of flocks which increases the growth of vannamei shrimp with a weight gain of g, a length of cm, and a survival rate of with an FCR value of a floc protein content of a floc size of 450 microns, and a floc volume of 88 mL/L. The measured variations of DO, pH, temperature, salinity, and and ammonia were mg/L, 26°C-30°C, 30-33 ppt, and mg/L, respectively. This research demonstrates that the provision of different carbon sources has an effect on increasing flocks and are able to increase the growth and survival of vannamei shrimp. It is recommended that more specific research is needed to find the best and maximum dose of wheat flour carbon sources for floc formation, growth and survival of vannamei shrimp.... In biofloc system treatment, the waste from silver catfish metabolism process and the remaining unconsumed feed will produce ammonia that can be digested by the heterotrophic bacteria into a natural additional nutrition source for the fish. This is due to the fact that the biofloc system contains polyhydroxybutyrate that can increase fish growth Gunarto et al., 2012. ...This study is aimed to understand the influence of different cultivation system on silver catfish Pangasius hypophthalmus fry growth and survival. This study was performed at the Fishery Laboratory, Building 4, Faculty of Fishery and Marine Science, Universitas Padjadjaran, during the period of June to August 2017. This was an experimental study with Complete Randomized Design CRD on Malay silver catfish fry using 3 treatments with 4 repetitions. Treatment A consisted of recirculating culture system; treatment B consisted of biofloc culture system; and treatment C consisted of conventional culture system as the control. Parameters measured in this study were absolute growth, survival, Feed Conversion Ratio FCR, and water quality. Data were analyzed using analysis of variance with 5% confidence level followed by Duncan multiple range test. The results showed that the highest absolute growth grams was found in treatment B while the highest survival rate 97% was found in the recirculating system. Biofloc system presented the lowest FCR value compared to other treatments, Salah satu probiotik yang dapat membentuk bioflok adalah genera Bacillus sp Aiyushirota, 2009. Probiotik berperan positif pada organisme yang dibudidayakan diantaranya meningkatkan pertumbuhan, sintasan, daya cerna, sistem kekebalan dan kualitas air melalui proses bioremediasi Gunarto, 2012. ...Jon Dahlan Muhaimin HamzahAgus KurniaPenelitian tentang pertumbuhan udang vaname Litopenaeus vannamei yang dikultur pada sistem bioflok dengan penambahan probiotik telah dilakukan selama 40 hari di Laboratorium unit produksi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari. Penelitian bertujuan untuk menentukan dosis probiotik yang tepat, dan mampu meningkatkan pertumbuhan udang vaname pada budidaya sistem bioflok. Penelitian didesain dengan menggunakan Rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah A tanpa bioflok, B bioflok, C bioflok + probiotik 108CFU/mL, D bioflok + probiotik 1010CFU/mL, dan E bioflok + probiotik 1012CFU/mL. Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 35x35x40 cm, dilengkapi aerasi. Hewan uji adalah juvenil udang vaname berukuran 3 – 4 g, yang dipelihara dengan kepadatan 20 ekor/akuarium. Selama pemeliharaan udang diberi pakan sebanyak 5% dari biomassa udang. Penambahan molase dilakukan setiap pagi ke media bioflok sebanyak 4 g. Hasil penelitian menujukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan mutlak rata-rata, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, rasio konversi pakan, dan retensi protein, namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap volume flok. Secara umum terlihat bahwa perlakuan terbaik didapatkan pada penggunaan bioflok dengan penambahan probiotik 1010CFU/mL. Kata kunci Pertumbuhan, udang vaname, Litopenaeus vannamei, bioflok, probiotikABSTRAK Abstrak Teknologi yang dipakai oleh pembudidaya udang di Sulawesi Tengah masih secara tradisional. Pelaku budidaya enggan melakukan peningkatan teknik budidaya dikarenakan kurangnya akses informasi ataupun percontohan yang tepat. Sasaran dan target kegiatan ini, yaitu para pembudidaya udang tradisional di Desa Lalombi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dengan harapan para pembudidaya mampu mengaplikasikan teknologi budidaya semi intensif. Tujuan pelaksanaan kegiatan ini, yaitu dapat meningkatkan produksi tambak udang tradisional dengan menggunakan teknologi semi intensif melalui mekanisasi dan budidaya yang modern, terukur dan berkelanjutan. Metode pelaksanaan kegiatan ini, yaitu survei lapangan, transfer teknologi ke mitra budidaya baik secara teoritis maupun praktek langsung. Pengumpulan data sebagai acuan monitoring. Dari kegiatan penerapan teknologi budidaya udang vannamei dengan metode semi intensif dengan luasan lahan 1600 m 2 , pembudidaya mendapatkan keuntungan sebesar Kegiatan penerapan teknologi masih diperlukan pendampingan bagi para pembudidaya. Oleh karena itu, tahap monitoring, evaluasi serta pendampingan terus dilakukan, agar para pembudidaya dapat mandiri menjalankan usaha budidaya udang vannamei dengan metode semi intensif. Abstract The technology used by shrimp farmers in Central Sulawesi is still traditional. The farmers were reluctant to improve their shrimp culture techniques due to the lack of access to information or the right pilot project. The targets are local farmers in Lalombi Village, Donggala Regency, Central Sulawesi, are hoping that the farmers will be able to apply semi-intensive shrimp culture technology. This activity aimed to increase traditional shrimp ponds using semi-intensive technology by mechanizing modern, scalable, and sustainable aquaculture. This pilot project's method includes field survey and technology transfer of shrimp culture to partners, both theoretically and indirectly. The Data collection as a reference for monitoring. From the application of vannamei shrimp culture technology with the semi-intensive method on 1600 m 2 pond, farmers get a profit of This shrimp farming pilot project still needs assistance for farmers. Therefore, the monitoring, evaluation, and assistance stages continue to be carried out so that the farmers can independently run the vannamei shrimp farming business with the semi-intensive bertujuan untuk membandingkan pengaruh penambahan sumber C- karbohidrat tepung tapioka dan fermentasi probiotik pada budidaya udang windu dengan pola intensif di tambak terutama melihat efeknya terhadap perbaikan kualitas air, pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu. Enam petak tambak masing-masing ukuran sekitar m2, setelah selesai tahap persiapan tambak pengeringan, pembalikan tanah dasar, pengapuran, pengisian air, dan pemupukan, kemudian tambak ditebari tokolan udang windu PL-25 dengan padat tebar 20 ekor/m2. Tiga perlakuan diuji yaitu A. Penambahan tepung tapioka ke air tambak dengan dosis 62% dari total pakan yang diberikan per hari dan diberikan dalam selang waktu lima hari sekali selama masa pemeliharaan pada bulan pertama dan kemudian dengan selang waktu tiga hari sekali selama masa pemeliharaan bulan kedua hingga menjelang panen; B. Pemberian fermentasi probiotik ke air tambak sebanyak 5 mg/L/minggu; dan C. Pemberian fermentasi probiotik ke air tambak sebanyak 10 mg/L/minggu. Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Sampling pertumbuhan, kualitas air, dan bakteri dilakukan setiap dua minggu sekali. Sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan dihitung setelah udang dipanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung tapioka menyebabkan konsentrasi amoniak relatif lebih rendah di perlakuan A daripada di perlakuan B dan C, namun menunjukkan perbedaan yang tidak nyata P>0,05 di antara ketiga perlakuan tersebut. Bahan Organik Total BOT pada hari ke-112 di perlakuan C paling rendah dan menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05 di antara ketiga perlakuan yang diuji. The objective of the research was to compare the effect of addition of carbohydrate source starch flour and probiotics fermentation to the water quality and the growth, survival, and production of tiger shrimp in intensive brackishwater pond system. Six pond compartments each sized approximately of 4,000 m2, went through preparation stages pond drying, ploughing, liming, filling the pond with sea water and fertilyzing. Then the ponds were stocked with tiger shrimp post larvae day 25 at stocking density of 20 ind./m2. Three treatments were tested, A. the addition of starch flour in pond water column at a dosage of 62% of the total given feed per day, and applied every five days during the first month of shrimp culture, and then every three days from the second month to harvest time; B. the addition of probiotic fermentation to the pond water column and was given at 5 mg/L/week; and C. the addition of probiotic fermentation to the pond water column and was given at 10 mg/L/week. Result of the research showed that the addition of starch flour was able to decrease the ammonia concentration in treatment A, but there was no significant difference P> with the ammonia concentration compared to the treatment B and C. Total Organic Matter TOM at day 112 in treatment C was the lowest and significantly different among those treatments. Yoram AvnimelechThe uptake of microbial flocs by tilapia was evaluated. Fish tilapia Mozambique, 107 g were stocked in 1 m3 tanks filled with water from a limited exchange intensive tilapia producing pond bio-floc technology, BFT system. Tagged ammonium nitrogen 15NH4SO42 and starch to ensure incorporation of the 15N into the bio-flocs, were added. Fish were held in the tanks for ca 2 weeks, not fed during a week period, when the only source of feed was microbial flocs. Floc volume, total suspended solids, as well as total carbon and nitrogen in suspension were floc plug in settling cones contained as dry uptake, evaluated through the decrease with time in respect to 4 independently determined parameters, namely floc volume, TSS, C and N in suspension, was found to be g kg fish−1 day−1, averaged for the computed values for these parameters However, this preliminary evaluation was based on the assumption that fish harvesting is the only mechanism affecting bio-flocs mass, neglecting biodegradation and production of flocs. Gross daily uptake of nitrogen as determined using 15N uptake data was gN kg−1 g protein, equivalent to the daily uptake of g kg−1 of dry bio-flocs, 60% of that computed by the simplified mass balance approach. This difference may be attributed to microbial degradation of the the lower flux as evaluated through 15N uptake, constituted, in the specific case studied, almost 50% of conventional feed commercial Bacillus spp. probiotic was tested on rainbow trout fry during the two months of first feeding. Probiotic was introduced in diets at five different levels, T 1 8, T 2 9, T 3 9, T 4 9, T 5 9 CFU g -1 and their effects compared with those of control diet containing no probiotic. Survival in treatments was significantly P< higher than control and a slight increasing mortality rate was observed during the first week of experiment. The counts of bacteria associated with trout intestine in all treatments were significantly P< higher than controls and Bacillus spp. was not detected in controls. Total bacteria counts were significantly different among treatments and controls; it may suggest that the colonization rate of digestive tracts of rainbow trout fry with bacteria was affected by dietary bacteria level. Specific growth rate, condition factor, protein efficiency ratio were slightly but significantly P< higher and feed conversion ratio was lower in groups received probiotic via diets than controls. It may show that probiotic stimulates digestive development and enzymatic activity in fish. Growth performance in treatment received 9 CFU g -1 showed the best results. Therefore, it does not appear that higher levels of probiotics improved results and suitable doze of probiotic should be assessed before application in large scale to prevent any undesired effects. The supplementation of trout starter diet with Bacillus spp. is probably effective for improving rearing conditions. © Central Fisheries Research Institute CFRI Trabzon, Turkey and Japan International Cooperation Agency JICA.Simple, rapid and reliable methods are required to monitor the microbial community change in aquatic pond for better animal performance. Four floc suspended organic matter samples were collected from outdoor raceways and tanks used for culturing Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei. Twenty-two chlorophyll Chl and carotenoid pigments were separated, identified and quantified using high-performance liquid chromatography–ultraviolet/Vis-mass spectrometry in the freeze-dried floc samples. Algal community composition diatoms, chlorophytes, cyanobacteria, dinoflagellates and cryptophytes was determined by measuring concentrations of the respective taxonomic biomarkers carotenoid fucoxanthin, lutein, zeaxanthin, peridinin and alloxanthin as independent variables and Chl a as the dependent variable using a multiple regression model. This analysis found that the phytoplankton community of the floc samples from two groups of shrimp tanks 32 g L−1-salinity were diatom-dominated and and two floc samples from shrimp raceways 5 and 18 g L−1-salinity were chlorophyte-dominated and Assessment of total algal and bacterial biomass by quantification of Chl a and muramic acid, respectively, indicated that the 18 g L−1-salinity raceway sample was bacteria-dominated, whereas the other three floc samples were algae-dominated. Sample protein quality was evaluated by its essential amino acid AA score and index. Arginine and lysine were found to be the two most limiting AAs for all floc 8-week feeding trials were conducted with juvenile Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei Boone to compare the growth and performance of animals fed a series of experimental and commercial pelleted shrimp and fish feeds and dietary feeding regimes within an indoor running-water culture system and an outdoor zero-water-exchange culture system. The best overall shrimp growth performance was observed for animals fed the experimental shrimp diet and all-day feeding regime under outdoor zero-water-exchange culture conditions. Final body weight and average weekly growth rate under these conditions were and times greater, respectively, than animals of similar size fed with the same diet under indoor running-water culture conditions. Although direct comparison between indoor and outdoor culture systems is difficult because of the lower indoor water temperatures, and consequently lower mean daily feed intake of animals, it is believed that the higher growth and feed performance of animals reared under outdoor `green-water' culture conditions was primarily due to their ability to obtain additional nutrients from food organisms endogenously produced within the zero-water-exchange culture system. The most promising features of zero-water-exchange culture systems are that they offer increased biosecurity, reduced feed costs and water use for the farmer, and by doing so provide a potential avenue of moving the shrimp culture industry along a path of greater sustainability and environmental compatibility.
UxNzGx.